Peluncuran Situs https://www.noerfauzirachman.id/

  


Jakarta, 7 Juni 2023

 

Hari ini usia saya 58 tahun. Saya patut bersyukur tumbuh dalam keluarga yang terbiasa menyampaikan berita, pengalaman, ingatan, dan pikiran dalam bentuk tulisan. Saya sadari sekarang betapa istimewanya bisa hidup dalam lingkungan berbudaya tulis, dan mempunyai kecakapan menulis. Ini kesempatan baik untuk mengingat lingkungan yang memberi dasar pembentukan dari kecakapan menulis itu. 

Ibu saya, Siti M. Munawarah adalah seorang guru Agama, Bahasa Indonesia, dan Biologi untuk Madrasah Tsanawiyah. Saya menyaksikan bagaimana ia selalu menyiapkan bahan yang mau  diajarkan hari ini di hari sebelumnya. Ia memiliki buku khusus, menggunakan pulpen Parker, dan kami anak-anaknya selalu kagum dengan kecakapannya berbahasa, termasuk “menulis halus”. Tulisan tangannya indah dan konsisten bagusnya, dari awal hingga akhir. Saya tidak bisa seperti beliau: Tulisan saya di paragraf awal masih bisa bagus, di paragraph akhir nampak jelas beda mutunya. 

Ayah saya, Abdurrahman Shaleh, adalah seorang dosen yang mengajarkan didaktik metodik (metodologi pengajaran) di IAIN (Institute Agama Islam Negeri) Syarif Hidayatullah - Ciputat, penulis buku, yang kemudian pindah ke Departemen Agama, menjadi pejabat yang urus pendidikan agama Islam mulai pesantren, sekolah dasar hingga sekolah menengah. Di rumah pun kami memiliki lemari perpustakaan buku-buku bapak yang membuat saya penasaran apa saja isinya meski kebanyakan adalah bacaan untuk orang dewasa. Rumah orang tua kami menjadi tempat tinggal banyak anggota keluarga dari Bojonegoro dan Sumenep. Sebagian anggota keluarga ayah saya dari Bojonegoro yang tinggal di rumah kami, bersekolah jadi mahasiswa, dan ada yang nyambi kerja menjadi guru, wartawan dan lainnya.

Lebih-lebih dengan belajar di  madrasah diniyah, dan tsanawiyah di Madrasah Al-Ittihad Jl. H. Awaludin, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta. Di Madrasah ini saya terpapar dengan aksara arab serta berbagai aturan tajwid, nahu shorof, hingga ragam macam mata pelajaran terkait Bahasa Arab, termasuk imla/dikte, hafalan, hingga irama dalam membaca alquran, dan sebagainya. 

Walhasil, sejak dini dari lingkungan rumah, saya terpapar dengan ejaan, aturan tata bahasa, diksi, gaya bahasa hingga ekposisi, deskripsi dan argumentasi dalam bahasa. 

Selain dari rumah, hubungan dekat saya dengan kecakapan berbahasa juga terbentuk lewat pengalaman menjadi petugas perpustakaan sekolah dasar yang selalu mendapat kesempatan pertama membaca jatah buku-buku bacaan anak koleksi terbaru dari pemerintah sebelum murid lain membacanya. Kecakapan berikutnya, khususnya kemampuan saya menulis dan bicara di muka umum saya dapatkan di Sekolah Menengah Pertama sebagai pengurus majalah dinding, dan pengurus OSIS SMP, dan selanjutnya di masa Sekolah Menengah Atas, termasuk sepanjang menjadi ketua Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMAN IV di jalan Batu Jakarta. 

Semua pengalaman itu membekali saya dengan kemampuan menulis yang terus diasah dari waktu ke waktu. Dalam berbagai babak tingkat pendidikan saya menempa kecakapan berbahasa, termasuk membaca, menyimak, menulis dan bicara di muka publik.

Menulis merupakan sebuah tindakan berkomunikasi (communication act) khas manusia dengan menggunakan aksara. Saya menyadari bahwa tidak banyak bahasa di Indonesia memiliki aksara, dan mempergunakan tulisan sebagai sarana komunikasi sesama pengguna dalam bahasa itu. Bahasa-bahasa yang tidak memiliki aksara sendiri, atau karena intervensi pemerintah Kolonial Belanda dahulu maupun pemerintah Nasional, kemudian mempergunakan aksara Latin untuk komunikasi tertulis. 

Semenjak pendidikan di Sekolah Dasar. saya menjadi pewaris dari aksara Latin, yang kemudian menggunakan sebagai media komunikasi berbahasa Indonesia, dan kemudian di perguruan tinggi menggunakannya ketika berbahasa Inggris, baik untuk merekam yang saya alami, menuliskan apa-apa yang berlangsung dan saya amati, menyampaikan kembali pengamatan dan pemikiran orang lain, hingga mengartikulasikan pandangan dan pendapat saya sendiri. 

Saya membuat beberapa moto terkait naskah, yang sering saya bubuhkan pada buku yang saya hadiahkan pada orang, atau orang yang membeli buku saya dan meminta autograph, tanda-tangan saya sebagai penulisnya. Salah satunya: “Tiap-tiap   naskah memiliki nyawa dan kakinya sendiri, kita tidak akan bisa menduga ke mana dan siapa sajakah tulisan itu tiba.” 

Saya kerap terkesima ketika seseorang menyampaikan kepada saya bagaimana ia menikmati tulisan-tulisan yang  telah lama saya tulis. Atau saat seseorang menyampaikan bahwa tulisan lama saya tersebut berguna untuk memahami bagian dari persoalan yang dihadapinya saat ini. Saya pikir hal ini bisa terjadi, baik karena memang hal yang dihadapi, subject matter-nya, penting untuk diingat, berulang terjadinya atau durasi keberlangsungannya yang panjang, maupun karena tulisannya bagus dalam menyajikan unsur-unsur tertentu dalam kerangka penjelasnya.  

Saya sering membaca buku-buku klasik dari para penulis terdahulu, yang telah meninggal. Saya buat moto lagi: “Naskah yang baik, bisa hidup melebihi umur penulisnya.” Ya, demikianlah. 

Itulah seagaian latar belakang yang membuat saya tak berhenti menulis, dan pada gilirannya mengumpulkan kembali tulisan-tulisan saya sendiri.  Sejak akhir April 2023, saya telah mengumpulkan kembali naskah naskah yang saya tuliskan, terbitkan atau edarkan secara terbatas sebagai makalah dalam pertemuan atau bahan presentasi dalam forum-forum ilmiah, pun untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan. Sayang belum semuanya terkumpul. Saya menghadapi beberapa hambatan dalam mengumpulkan kembali karya-karya tersebut. Sebagian naskah itu dulu terbit sebagai bahan cetak dalam bentuk bulletin yang beredar di kalangan terbatas. Pula, bagaimana mungkin mengumpulkan naskah yang dulu diketik dengan program software  seperti wordstar yang sudah tidak ada lagi yang pakai sekarang ini, apalagi yang ditulis dengan alat mesin ketik (type writer).  

Bertepatan dengan hari kelahiran saya, 7 Juni 2023, saya ingin memberikan hadiah buat diri sendiri dengan menyajikan tulisan-tulisan saya sejak lebih tiga dekade ini  agar bisa diakses publik secara luas. Hingga hari ini setidaknya sudah terkumpul lebih 150 naskah yang saya tulis. Yang sudah terkumpul pun, masih terus saya kerjakan, untuk pada gilirannya diunggah, dan. Saya masih terus mengumpulkan sisanya. Sekarang semua naskah itu tersaji di website/situs maya www.noerfauzirachman.id  

Masing-masing naskah ini sebagian ditulis untuk merespon kejadian-kejadian tertentu di masanya. Saat penulisannya juga dipengaruhi cara pandang dan pergaulan saya kala itu dengan para guru, buku-buku yang saya baca, dan jangkauan  percakapan ilmiah yang bisa saya ikuti, dan tentunya konteks dari pokok bahasan. Ketika saya membaca ulang naskah naskah tersebut, saya mendapatkan sebagian naskah masih relevan dan memiliki hubungan hingga kongruensi dengan pandangan-pandangan kekinian. Ternyata sebagai gagasan-gagasan itu melintasi ruang dan waktu dari saat naskah itu dituliskan, dipublikasi dan disajikan. Hal ini jugalah yang mendorong saya untuk menyusun ulang dan mengkomunikasikannya.

Jika pembaca memiliki karya tulis saya yang belum dimuat oleh website ini, mohon berkenan untuk mengirimkannya dalam bentuk file apapun melalui: noerfauziberkeley@gmail.com

Secara khusus, saya ingin membagikan naskah-naskah ini dengan generasi muda/i. Saya ingin mereka bisa menikmati naskah-naskah yang dihasilkan sebelum jamannya, sehingga membantu mereka memahami situasi yang dihadapi masa kini. Baik karena kemiripan kejadin dengan masa lampau, maupun karena subtansi tulisan yang mampu mengantisipasi situasi kekinian, atau kejadian-kejadian itu memang berlangsung dalam durasi yang panjang. Seperti, salah satu topik yang saya urus adalah problem perampasan tanah dan perjuangan petani yang berlangsung sejak masa kolonial, paska kolonial hingga saat ini. Tulisan-tulisan terdahulu itu bisa jadi adalah rujukan bagi pembaca untuk dibandingkan dengan bagaimana perjuangan petani pada saat ini. 

Dengan segala kerendahan hati, saya berterima kasih kepada para petani, teman aktivis, dosen, para peneliti yang menulis bersama,  guru-guru utama, kolega kerja di berbagai lembaga pemerintah, dan para pihak lainnya yang terlibat dan punya andil yang penting dan memungkinkan saya menuliskan naskah-naskah ini.  Saya mengundang para pembaca untuk menikmati dan gunakan naskah-naskah dan sajian lain di situs maya, baik sebagai bahan belajar, percakapan, rujukan tulisan hingga untuk praktek.  

Tanpa kesediaan berkorban dari Budi Prawitasari, Tirta Wening dan Lintang Pradipta, tidak mungkin kerja tulis-menulis saya ini memiliki ruang yang leluasa. Suka duka kami lalu, dan semoga Allah SWT membalas pengorbanan, kebaikan dan cinta mereka pada saya. Saya men(t)erima kasih tulus dari masing-masing sebagai istri dan anak-anak. Amien.

Saya berterima kasih atas bantuan Mohamad Yasin yang melakukan akses pendaftaran dan punya platform, ajarkan cara-cara unggah dan teknik-teknik editing di aplikasi, hingga last but not least, mengedit naskah sehingga nyaman dilihat tampilannya, dan dinikmati pembaca. Juga, terima kasih Siti Solihat yang bantu edit dan mengetikan ulang beberapa naskah.

 

Wassalam. 

Noer Fauzi Rachman (Oji)

 

Efek-efek Tata Kelola dari Skema-skema Layanan Pertanahan di Indonesia


Review Noer Fauzi Rachman atas karya:

John F McCarthy, Ahmad Dhiaulhaq, Suraya Afiff dan Kathryn Robinson (2022) “Land reform rationalities and their governance effects in Indonesia: Provoking land politics or addressing adverse formalisation?” Geoforum 132:92–102. https://doi.org/10.1016/j.geoforum.2022.04.008 


            Apa yang menjadi maksud dan akibat tata kelola dari skema-skema layanan penguasaan tanah yang dikerjakan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi selama dua periode ini? Dua peneliti Indonesia, Ahmad Dhiaulhaq dan Suraya Afiff, dan dua peneliti Australia, John F McCarthy dan Kathryn Robinson, menunjukkannya dalam suatu artikel berjudul “Land reform rationalities and their governance effects in Indonesia: Provoking land politics or addressing adverse formalisation?” Geoforum  2022 132:92–102. Mereka menganalisis logika/cara kerja skema-skema penguasaan tanah  dengan cara menghubungkan antara maksud yang mendasarinya (rationalities), dan efek tata kelola (governance effects) yang terbentuk dari skema-skema itu. 

            Dari semua skema yang ada di berbagai sektor pemerintahan, mereka pilih 4 (empat) jenis skema layanan pertanahan yang menjadi fokus analisis, yakni (a) konsesi untuk perusahan-perusahaan transnasional; (b) pengelolaan wilayah adat; (c) perhutanan sosial, dan (d) legalisasi/pensertifikatan tanah.  Skema-skema  ini diletakkannya sebagai yang bisa bersandingan di lokasi-lokasi yang berbeda, atau bisa juga bertandingan satu sama lain di wilayah yang sama atau bertumpang tindih. 

Silabus Psikologi Komunitas dan Kerja Kebijakan



Noer Fauzi Rachman

Pendekatan, strategi, konsep, dan metodologi untuk memberdayakan komunitas terlibat dalam proses-proses kebijakan 

Silabus untuk Program S2 Sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran. 

Kuliah 2 SKS, Kerja Praktek 2 SKS. Semester ganjil Januari – Juli 2023 

 

 

“Banyak organisasi bercita-cita memperjuangkan keadilan sosial, namun mengingat kerumitan, luasnya dimensi dan aspek-aspek ketidakadilan sosial, selain fakta adanya kesulitan untuk memulai darimana, maka banyak organisasi yang terjebak sebagai ‘pengrajin sosial’ semata, bahkan lama-kelamaan tidak mampu lagi keluar dari jebakan tersebut. Hal ini terutama karena mereka terlalu memandang persoalan ketidakadilan sosial dengan pendekatan praktis tanpa mengkaitkannya dengan program strategis. Suatu organisasi yang terlalu bersemangat menangani issu atau masalah kemiskinan, misalnya, dapat terjerumus menjadi organisasi sedekah (charity) belaka. Organisasi tersebut ibarat menolong bayi yang terapung di sungai yang melewati desa mereka setiap hari, tanpa mempertanyakan: mengapa ada orang membuang bayi mereka?”

Mansour Fakih (2000) dalam Topatimasang, R., M. Fakih, & T. Rahardjo (2000) Merubah Kebijakan Publik, Panduan Pelatihan Advokasi untuk Organisasi Non-Pemerintah. Yogyakarta: Insist Press. Halaman v-vi.

 

“The challenge for community psychologists is to insert themselves in places where change can be promoted and to find sufficient supports within and outside government for their work... Changing policies that will improve the wellbeing of millions of people can be very satisfying.” 

G. Nelson & Prilleltensky, I. (Ed). (2005). Community Psychology: In Pursuit of Liberation & Wellbeing. Palgrave MacMillan, halaman 182.

 

 

Pengantar

            Psikologi memang dapat punya andil pada kebijakan publik, misalnya membantu pembuat kebijakan bisa mengantisipasi perilaku-perilaku masyarakat sebagai tanggapan pada inisiatif-inisiatif kebijakan yang diusulkan, atau ikutan dalam merancang kerangka-kerangka kebijakan yang dimaksudkan memotivasi satu kelompok masyarakat yang disasar untuk bertindak sedemikian rupa seperti yang diimajinasikan. Lebih sepuluh tahun terakhir ini, telah berkembang cara-cara bagaimana pengetahuan psikologi komunitas dapat dipergunakan membuat kebijakan pemerintah yang membuat lebih baik untuk kesejahteraan lahir bathin bersama (collective wellbeing) dari komunitas-komunitas yang diperjuangkan.

“Memperkuat Konstitusi Agraria menjadi Konstitusi Reforma Agraria”


Rachman, Noer Fauzi. (2023). "Memperkuat Konstitusi Agraria menjadi Konstitusi Reforma Agraria", dalam Menelusuri Pemikiran Hukum Agraria Prof. Maria S.W. Sumardjono. Ismail, Nurhasan, Simarmata, Rikardo, &  Bosko, Rafael Edy (Penyunting).   Yogyakarta: Genta Publishing, hlm. 109-128.


“UUD 1945 merupakan konstitusi agraria yang berisi mengenai prinsip-prinsip dan norma-norma mengenai hubungan penguasaan atas tanah dan sumber daya alam antara negara dan warga negara. Namun demikian, dari sisi teks, norma mengenai reforma agraria dalam UUD 1945 masih terlalu tipis dan sumir sehingga seringkali ketentuan tersebut malah ditafsirkan bukan untuk diarahkan kepada perwujudan keadilan agraria dan menjadikan rakyat selaku pemilik atas tanah air Indonesia sebagai aktor utama dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam. Oleh karena itu diperlukan cara baru untuk memperkuat konstitusi agraria menjadi konstitusi reforma agraria.” 

Yance Arizona (2014:434, huruf tebal dari NFR)

 

Pendahuluan

            Mochammad Tauchid (1952) menegaskan bahwa masalah agraria adalah “masalah penghidupan dan kemakmuran rakyat Indonesia”. Dalam “Kata Pengantar” dari buku Masalah Agraria, sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia, jilid 1, ia menulis bahwa 

“rakyat langsung merasakan akibat politik agraria kolonial Belanda berupa kemiskinan dan kesengsaraannya ... buku ini bukan sekedar kupasan tentang politik yang terdapat dalam Hukum Agraria Pemerintah Hindia Belanda, bagai- mana prakteknya dengan segala akibatnya. Juga hak-hak tanah menurut hukum adat dengan segala peraturan yang mengikutinya. ...(A)gar dalam usaha kita menyelesaikan soal ini mempunyai gambaran, mengetahui pangkal yang menimbulkan keadaan semacam ini.” (huruf miring dari penulis, NFR) 

            Buku Masalah Agraria menunjukkan tarikan rentang waktu yang panjang dari wilayah nusantara untuk menjelaskan sebab-sebab struktural dan politik agraria dari kemiskinan agraria yang kronis. Ini karya utama yang memberi contoh analisis politik agraria dengan pendekatan geografi sejarah (Hilmar Farid dan Ahmad Nashih Luthfi  2017). Dalam bab demi bab buku nya ini, kita bisa lihat dimulai dari retrospeksi buku Masalah Agraria ini pada “Kekuasaan Raja-raja atas Tanah” yang kemudian berinteraksi dengan kekuatan perusahan transnasional-kolonial Kompeni (VOC, Vereenigde Oost-Indische Compagnie, secara literal berarti Perusahaan India Timur Bersatu). Pada gilirannya Belanda membentuk pemerintahan wilayah jajahan tersendiri yang memiliki politik agraria yang menjadi sebab dari kemiskinan rakyat yang meluas. Lebih dari itu, kita diajak menjelajah pada detil-detil bagaimana politik agraria kolonial itu diterapkan dan berinteraksi dengan keragaman kehidupan rakyat dalam ruang geografis yang berbeda-beda, khususnya pada cara rakyat mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah-nya. 

Bamboo Pioneers: An interview with Noer Fauzi Rachman


Bamboo of the Future
  

https://www.bambuvillage.org/blog/2023/02/14/bamboo-pioneers-an-interview-with-noer-fauzi-rachman-bamboo-of-the-future/ 

It is not easy to introduce the new uniqueness of bamboo to people who for generations see bamboo as something inferior. It is as difficult as showing fish the uniqueness and potential of water.

 

Noer Fauzi Rachman is an expert on population, agrarian policy, and political ecology. He is a member of the Board of the Environmental Bamboo Foundation and has great enthusiasm for the development of bamboo in Indonesia. Noer Fauzi Rahman received his PhD in Environmental Science, Policy and Management, University of California, Berkeley, USA, 2011. 

Belajar Menghadapi Masalah Dengan Metoda Live In

-- Suatu Panduan Metodologi  




Noer Fauzi Rachman 

 

 

Datangilah rakyat;

Hiduplah bersama mereka;

Belajarlah dari mereka;

Cintailah mereka;

Mulailah dengan yang mereka tahu;

Bangunlah dengan apa yang mereka miliki;

Ketahuilah pemimpin yang terbaik adalah ketika pekerjaan selesai dan tugas dirampungkan, rakyat berkata, “Kami sendirilah yang mengerjakannya”.

Lao Tsu[1]  

 

  

Pendahuluan 

 

Apakah yang menyebabkan kampung-kampung  di pedesaan tidak menjadi tujuan pengabdian para pemuda-pemudi sekarang ini, dan sekadar menjadi tempat berangkat? Salah satu jawabannya, karena sekolah telah mengajarkan ilmu-ilmu yang membuat pemuda-pemudinya pergi. Semakin tinggi tingkat sekolah orang-orang desa, semakin kuat pula aspirasi, motif, dan dorongan mereka untuk meninggalkan desanya. Desa ditinggalkan pemuda-pemudi yang pandai untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi.  Semua itu akibat aspirasi, motif, dan dorongan untuk memperoleh cara dan gaya hidup baru perkotaan modern, yang dianggap sebagai keniscayaan yang harus ditempuh. Pemuda-pemudi desa sekarang ini telah dan sedang menganut paham bahwa tenaga kerja manusia adalah komoditas, barang yang diperdagangkan. Kota menjadi daya tarik, magnet, yang luar biasa. Badan mereka di desa, tapi imajinasinya  hidup di kota-kota. Lulusan sekolah menjadi tenaga kerja di kota (urban workers). Mereka berpikir dan bertindak yang berbeda secara total dengan orang tua mereka. 

Situasi Pemuda/i Desa Jawa Barat dalam Kemelut Masalah Agraria

Noer Fauzi Rachman dan Boy Fidro (2022) merupakan pengembangan lebih lanjut dari naskah Noer Fauzi Rachman (2022) "Sekolah Lapang ini mengajarkan Ilmu Bersarang" dalam Eka Yudha Garmana, Siti Maryam (2022) Tempat Kembali, Ngamumule Lemah Cai, Perjalanan kembali ke Kampung Halaman melalui Sekolah Lapang. Yayasan Tanah Air Semesta bekerja sama dengan Samdhana Institute, Perum Perhutani, Koperasi Klasik Beans, dan Paguyuban Tani Sunda Hejo. Halaman iii-viii. https://www.noerfauzirachman.id/2022/09/

 

Noer Fauzi Rachman*) dan Boy Fidro**)

Pembukaan


Apa yang menyebabkan dunia pertanian dan pedesaan menjadi hanya tempat berangkat dari kebanyakan para pemuda-pemudi desa, dan tidak menjadi tujuan pengabdian mereka? Puisi Rendra Sajak Seonggok Jagung (1996) mengartikulasikan dengan jelas

Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.

Aku bertanya:

Apakah gunanya pendidikan

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya?

Demikian pula ungkapannya dalam Sajak Pemuda (1996)

Gelap. Pandanganku gelap.

Pendidikan tidak memberi pencerahan.

Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan.

Gelap. Keluh kesahku gelap.

Orang yang hidup di dalam pengangguran.

Apakah yang terjadi di sekitarku ini?


Apa yang sedang terjadi dan mau kemana semua ini?

Sekolah-sekolah formal kebanyakan telah mengajarkan ilmu-ilmu yang membuat pemuda-pemudi desa pergi. Semakin tinggi tingkat sekolah orang-orang desa, semakin kuat pula aspirasi, motif dan dorongan mereka untuk meninggalkan desanya. Desa ditinggalkan pemuda-pemudi yang pandai, untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.  Semua itu akibat aspirasi, motif dan dorongan untuk punya suatu cara dan gaya hidup baru perkotaan modern, yang dianggap sebagai keniscayaan yang harus ditempuh

Pemuda/i yang pergi dari tempat mereka berasal

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Provinsi Jawa Barat tahun 2017, tingginya pengangguran di Jawa Barat didominasi oleh usia muda. Penelitian yang dilakukan tiga civitas akademika Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Adhitya Wardhana, Bayu Kharisma, dan Yayuf Faridah Ibrahim (2019) menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengangguran usia muda dilihat dari karakteristik demografi, sosial, ekonomi, dan regional. Hasilnya menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh positif terhadap peluang pengangguran usia muda di Jawa Barat tahun 2017[1]. Penelitian ini mengkonfirmasi banyak penelitian yang yang dirujuknya, termasuk laporan World Bank (2010)[2], bahwa metode dan kurikulum pembelajaran di sekolah sangat akademis, para siswa tidak dikembangkan keterampilan praktis yang relevan dengan pekerjaan dan pengetahuan teknis, serta keterampilan berwirausaha. Tingginya penganggur pada lulusan pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi muncul karena ketidakcocokan keterampilan antara kualitas pendidikan dan keterampilan yang diminta oleh pasar tenaga kerja, yang sebagian besar disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan dan hasil pendidikan yang kurang relevan untuk pasar tenaga kerja.